Selasa, 20 September 2011

Sunah-Sunah Salat


Salat mempunyai beberapa sunah yg dianjurkan utk kita kerjakan sehingga menambah banyak pahala kita. Sunah-sunah tersebut di antaranya adl sebagai berikut.
    Mengangkat kedua tangan sejajar dgn bahu atau sejajar dgn kuping pada keadaan sebagai berikut
    • ketika bertakbiratul ihram
      ketika rukuk
      ketika bangkit dari rukuk
      ketika berdiri setelah rakaat kedua ke rakaat ketiga.
  • Hal ini berdasarkan hadis Ibnu Umar ra “Bahwasanya Nabi saw apabila beliau melaksanakan salat beliau mengangkat kedua tangannya sampai sejajar dgn kedua bahu beliau kemudian membaca takbir. Apabila beliau ingin rukuk beliau pun mengangkat kedua tangannya seperti itu dan begitu pula kalau beliau bangkit dari rukuk.” Adapun ketika berdiri utk rakaat ketiga hal ini berdasarkan apa yg dilakukan Ibnu Umar krn beliau apabila berdiri dari rakaat kedua beliau mengangkat kedua tangannya. {HR Bukhari secara mauquf al Hafiz Ibnu Hajar berkata “Dan riwayat ini dihukumi marfu.” Ibnu Umar menisbatkan hal tersebut kepada Nabi saw.
    Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di atas dada atau di bawah dada dan di atas pusar. Hal ini berdasarkan perkataan Sahl bin Sa’d ra “Orang-orang disuruh utk meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dalam salat.” Dan berdasarkan hadis Wail bin Hijr ra “Saya pernah salat bersama Nabi saw kemudian beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kiri di atas dadanya.”
    Membaca doa iftitah. Ada beberapa contoh doa iftitah di antaranya dalam membaca ayat-ayat atau doa-doa utk amalan ibadah sebaiknya mencari tahu langsung kepada seorang guru yg dapat menunjukkan aturan-aturan cara membunyikan bahasa atau istilah Alquran dan Hadis. Hal ini bermaksud agar tidak terjadi salah pengucapan dan salah pengertian terhadap suatu doa atau ayat Alquran. Yang lbh penting lagi krn kita dituntut utk mengikuti petunjuk yg ada}. “Alloohumma baa ‘id bainii wa baina khothooyaa yakamaa baa ‘ad ta bainal masyriqi wal maghribiAlloohumma naqnii min khothooyaa yakamaa yunaqqotstsaubul abyadhu minaddanasiAlloohummagh silnii min khothooyaa yabillatstsalji wal maa’i wal barodi.” “Ya Allah jauhkanlah jarak antara aku dan dosa-dosaku sebagaimana Engkau jauhkan jarak antara timur dan barat. Ya Allah bersihkanlah aku dari segala dosa-dosaku sebagaimana pakaian yg putih dibersihkan dari noda. Ya Allah basuhlah dosa-dosaku dgn air es dan embun.”“Subhaanakalloohumma wabihamdika watabaarokasmuka wata’alaa jadduka walaa ilaa ha ghoiruka.” “Maha Suci Engkau ya Allah dan dgn memuji-Mu. Maha Suci nama-Mu dan Maha Tinggi kebesaran-Mu dan tiada Ilah selain Engkau.” “Wajjahtu wajhiya lilladzii fathorossamawaati walardho hanifammuslimaawwamaa anaa minal musyrikiina. Inna sholaatii wanusukii wamahyaaya wamamaatii lillahi robbal ‘aalamiina. Laasyariikalahu wabidzaalika umirtu wa anaa minal muslimiina.” “Saya hadapkan wajahku kepada Tuhan yg menciptakan langit dan bumi dgn tunduk sebagai orang muslim dan tidaklah aku termasuk gologan orang musyrik. sesungguhnya salat dan ibadahku hidup dan matiku itu bagi Allah Tuhan sekalian alam tiada sekutu bagi-Nya dgn itulah kami diperintah dan aku termasuk orang-orang yg berserah diri.”
    Membaca istiazah pada rakaat pertama dan membaca basmalah dgn suara pelan pada tiap-tiap rakaat. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT “Maka apabila kamu membaca Alquran maka hendaklah kamu memohon perlindungan kepada Allah dari setan yg terkutuk.”
    Membaca amin setelah membaca surat Al-Fatihah. Hal ini disunahkan kepada tiap orang yg salat baik sebagai imam maupun makmum atau salat sendirian. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw “Apabila imam membaca amin maka ucapkanlah pula olehmu. Maka sesungguhnya barangsiapa yg bacaan aminnya berbarengan dgn aminnya malaikat maka akan diampuni segala dosa-dosanya yg terdahulu.” Dari sahabat Wa’il bin Hijr “Saya mendengar Rasulullah membaca Ghairil maghdubi ‘alaihim waladdoolliin lalu beliau ucapkan “aamiin” dgn suara panjang. .
    Membaca ayat setelah membaca surat Al-Fatihah. Dalam hal ini cukup dgn satu surat atau beberapa ayat Alquran pada dua rakaat salat Subuh dan dua rakaat pertama pada salat Duhur Asar Magrib dan Isya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah saw “Rasulullah saw ketika salat Duhur membaca Ummul Kitab dan dua surat pada dua rakaat pertama dan beliau membaca Ummul Kitab saja pada dua rakaat berikutnya dan terkadang beliau perdengarkan ayat kepada para sahabat.”
    Mengeraskan bacaan Al-Fatihah dan surat pada waktu salat jahriah dan merendahkan suara pada salat yg dipelankan bacaannya . Yaitu mengeraskan suara pada dua rakaat yg pertama pada shalat Magrib dan Isya dan pada kedua rakaat shalat Subuh. Dan merendahkan suara pada yg lainnya. Ini semuanya dalam pelaksanaan shalat fardu dan ini dicontohkan dan populer dari Rasulullah saw baik secara perkataan maupun perbuatan. Adapun pada salat sunah maka dianjurkan utk merendahkan suara apabila dilaksanakan pada siang hari dan disunahkan mengeraskan suara jika salat sunah itu dilaksanakan pada waktu malam hari terkecuali apabila takut mengganggu orang lain dgn bacaannya itu maka disunahkan baginya utk merendahkan suara ketika itu.
    Memanjangkan bacaan pada salat Subuh membaca dgn bacaan yg sedang pada shalat Duhur Ashar dan Isya dan disunahkan memendekkan bacaan pada salat Magrib. Hal ini berdasarkan hadis berikut. “Dari Sulaiman bin Yasar dari Abu Hurairah ra beliau berkata ‘Aku tidak pernah melihat seseorang yg lbh mirip salatnya dgn salat Rasulullah daripada si Fulan -seorang imam di Madinah.’ Sulaiman berkata ‘Kemudian aku salat di belakang orang tersebut dia memperpanjang bacaan pada dua rakaat pertama salat Duhur dan mempercepat pada dua rakaat berikutnya. Mempercepat bacaan surat dalam salat Asar. Dan pada dua rakaat pertama salat Magrib ia membaca surat mufasal yg pendek sedang pada dua rakaat pertama shalat Isya ia membaca surat mufasal yg sedang selanjutnya pada shalat Subuh ia membaca surat-surat mufasal yg panjang’.”
    Cara duduk yg diriwayatkan dari Rasulullah saw dalam salat adl duduk bertumpu pada paha kiri pada semua posisi duduk dan semua tasyahud selain tasyahud akhir. Apabila ada dua tasyahud dalam salat itu maka dia harus duduk tawaruk pada tasyahud akhir. Hal ini berdasarkan perkataan Abu Hamid as Sa’idi di hadapan para sahabat. Ketika ia menerangkan salat Rasulullah saw di antaranya menyebutkan “Maka apabila beliau duduk setelah dua rakaat beliau duduk di atas kaki kiri sambil menegakkan telapak kaki kanan dan apabila beliau duduk pada rakaat akhir beliau majukan kaki kiri sambil menegakkan telapak kaki yg satunya dan beliau duduk di lantai.” Iftirasy Yaitu duduk di atas kaki kiri sambil menegakkan telapak kaki kanan.Tawaruk Yaitu meletakkan telapak kaki kiri di bawah betis kanan kemudian mendudukkan pantat di alas/lantai dan menegakkan telapak kaki kanan. Keterangan Rasulullah saw apabila duduk tasyahud beliau meletakkan tangan kirinya di atas paha kiri dan tangan kanannya di atas paha kanan kemudian beliau menelunjukkan dgn jari telunjuk . Dan beliau tidak melebihkan pandangannya dari telunjuk itu.
    Berdoa pada waktu sujud. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw“Ketahuilah! Sesungguhnya aku dilarang membaca Alquran ketika rukuk dan sujud. Adapun yg dilakukan pada waktu sujud maka hendaklah kamu membesarkan Rabbmu dan pada waktu sujud maka hendaklah kamu bersungguh-sungguh berdoa niscaya dikabulkan doamu.”
    Membaca selawat utk Nabi saw pada waktu tasyahud akhir. Tetapi menurut ulama mazab Hanbali dan Syafi’i membaca selawat ini fardu sedangkan yg sunah adl selawat utk keluarga nabi. Dari Ka’b bin ‘Ujrah ia berkata “Kami bertanya ‘Ya Rasulullah kami telah tahu bagaimana cara mengucapkan salam kepada Anda. Sekaang bagaimana pula cara memberi selawat bagi Anda?’ Ia menjawab ‘Katakanlah “Alloohumma salli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa sallaita ‘alaa aali Ibraahiima innaka hamiidun majiid. Alloohumma baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarokta ‘alaa aali Ibroohiima innaka hamiidun majiid.” “Ya Allah berikanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana telah Engkau berikan kepada keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia. Ya Allah berkatilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana telah Engkau berkati keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia.”
    Berdoa setelah selesai dari membaca tasyahud dan membaca salawat utk Nabi dgn doa yg dicontohkan Rasulullah saw. Di antara doa tersebut adalah Dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda “Jika salah seorang di antaramu telah selesai membaca tasyahud akhir hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah dari empat hal dgn membaca “Alloohumma inni a’uuzu bika min ‘azaabi jahannam wa min ‘azaabil qabri wa min fitnatil mahyaaa wal mamaati wa min syarri fitnatil masiihid dajjaal.” “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka jahanam dari siksa kubur dari bencana kehidupan dan kematian serta dari kejahatan bencana Dajjal si penipu.” Dari Ali ia berkata “Bila Rasulullah mengerjakan salat maka ucapan terakhir yg dibacanya di antara tasyahud dan salam ialah “Alloohummaghfir lii maa qoddamtu wa maa akhkhortu wa maa asrortu ma maa a’lantu wa ma asroftu wa maa anta a’lamu bihii minnii antal muqoddimu wa antal mu’akhkhiru laa ilaaha illaa anta.” “Ya Allah ampunilah dosa-dosaku yg terdahulu maupun yg kemudian yg kusembunyikan dan yg kutampakkan apa-apa yg aku berlebihan dan segala apa yg Engkau sendiri lbh mengetahuinya daripadaku. Engkaulah yg memajukan dan Engkau pula yg mengakhirkan. Tiada tuhan melainkan Engkau.”
    Mengucapkan salam ke sebelah kiri. Namun ulama Hanbali berpendapat mengucapkan salam dua kali ke sebelah kanan dan kiri adl fardu.
    Menoleh sewaktu mengucapkan salam ke sebelah kanan dan kiri hingga dapat terlihat pipinya dari belakang. “Bahwasanya Rasulullah saw melakukan salam ke kanan dan ke kiri sehingga terlihat putihnya pipi beliau.”
    Beberapa dzikir dan do’a setelah salam. Telah diriwayatkan beberapa dzikir dan do’a setelah salam dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam yg disunnahkan utk dibaca. Di sini akan kami pilihkan beberapa dzikir dan do’a di antaranya Dari Tsauban ra ia berkata Rasulullah saw apabila selesai salat beliau membaca istigfar tiga kali dan membaca “Alloohumma antas salaam waminkas salaam tabarokta yaa dzaljalaali wal Ikroom.” “Ya Allah Engkaulah Yang Maha Sejahtera dari Mulah kesejahteraan Maha Suci Engkau wahai Rabb Yang Maha Agung dan Maha Mulia.” Dari Mu’adz bin Jabal bahwasanya Nabi saw pada suatu hari memegang tangannya kemudian bersabda “Wahai Mu’adz sesungguhnya aku mencintai kamu aku berpesan kepadamu wahai Mu’adz janganlah kamu tinggalkan setelah selesai salat membaca doa “Allohumma a’inni ‘ala dzikrika wasyukrika wahusni ‘ibaadatika.” “Ya Allah tolonglah aku di dalam berzikir bersyukur dan beribadah dgn baik kepadamu.” Dari Mughirah bin Syu’bah bahwasanya Rasulullah saw membaca pada tiap selesai salat fardu “Laailaaha illallohu wahdahu laa syarikalahu lahulmulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syain qodiir. Allohumma laa maani’a lima a’thoita walaa mu’thia limaa mana’ta walaa yanfa’u dzaljaddi minkal Jaddu.” “Tiada sesembahan yg hak melainkan Allah Yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nyalah kerajaan dan pujian sedang Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah tidak ada yg mampu mencegah apa yg Engkau berikan dan tidak ada yg mampu memberi apa yg Engkau cegah. Dan tidaklah berguna kekuasaan seseorang dari ancaman siksa-Mu.” Dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda “Siapa yg membaca tasbih 33 kali dan tahmid 33 kali serta takbir 33 kali kemudian menggenapkan hitungan keseratus dgn bacaan “Laailaaha illallohu wahdahu laa syarikalahu lahulmulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syain qodiir.” “Tiada sesembahan yg haq melainkan Allah Yang Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya kerajaan dan segala pujian sedang Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu} maka ia akan diampuni kesalahan-kesalahannya sekalipun sebanyak buih di lautan.” “Dari Abu Umamah bahwa Nabi saw bersabda “Barangsiapa membaca ayat Kursi pada tiap-tiap selesai salat maka tidak ada lagi yg menghalanginya utk masuk surga hanya saja dia akan meninggal dunia.” Dari Sa’d bin Abi Waqqas bahwasanya dia mengajari anak-anaknya beberapa bacaan sebagaimana halnya ketika seorang guru mengajari anak-anak menulis dan dia berkata “Sesungguhnya Rasulullah saw memohon perlindungan kepada Allah dgn membaca bacaan-bacaan tersebut pada tiap-tiap selesai salat yaitu“Allohumma inni a’udzu bika minal bukhli wal jubni wa a’udzu bika min fitnatil mahyaa wamin ‘adzabil qobri.” “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir dan pengecut. Aku berlindung kepada-Mu agar aku tidak dijadikan pikun. Dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia dan dari siksa kubur.”Referensi
    Diadaptasi dari Tuntunan Salat Menurut Alquran & As-SunahSyaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
    Shalat Empat Mazhab ‘Abdul Qadir Ar-Rahbawi

Orang yang Paling Merugi Perbuatannya


Firman Allah Ta’ala yg artinya “Katakanlah ‘Maukah kamu Kami beritahukan tentang orang-orang yg paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yg telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu adl orang-orang yg kafir terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan perjumpaan dgn Dia maka terhapuslah amalan-amalan mereka dan Kami tidak mengadakan penimbangan amal bagi mereka pada hari kiamat. Demikianlah balasan mereka itu adl neraka Jahannam disebabkan kekafiran mereka dan krn mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olokan’.” Manusia dalam berbuat atau beramal dalam kehidupan dunia ini bisa kita bagi pada dua kategori utama. Pertama manusia yg melandaskan amalnya atas dasar iman kepada Sang Pencipta alam semesta Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Kedua orang yg beramal tetapi kafir terhadap Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Kemudian kelompok pertama bisa kita bagi lagi menjadi empat
    Yang berbuat kebajikan dgn landasan pengetahuan.Kelompok ini tentu saja menjadi orang yg beruntung krn orang yg tahu kebaikan dan bagaimana melakukannya niscaya dibimbing Allah dalam tindakannya dan diberi ganjaran yg berlipat ganda.
    Yang berbuat kebajikan tanpa landasan pengetahuan.Kelompok ini merupakan kelompok yg sifatnya spekulasi krn seseorang yg berbuat suatu kebaikan tanpa dilandasi ilmu yg benar bisa jadi ia tepat sasaran bisa jadi pula salah sasaran. Tetapi hal itu cenderung menyesatkan pelakunya bahkan kepada orang lain krn tanpa landasan ilmu.
    Yang tak berbuat kebajikan krn tidak tahu.Kelompok ini tentu saja telah menyia-nyiakan potensi yg telah dikaruniakan Allah kepadanya utk beramal di muka bumi ini dgn sebaik-baiknya.
    Yang tak berbuat kebajikan walaupun punya pengetahuan tentang kebajikan.Kelompok ini juga telah menyia-nyiakan ilmu pengetahuan dan potensi lain yg dikaruniakan Allah kepadanya. Meski demikian setidaknya mereka punya suatu keuntungan dgn iman yg ada pada mereka. Itu tetap lbh baik dari pada kekufuran dgn amal yg banyak. Namun hal ini tidak boleh menjadikan kita terpaku pada hal-hal yg demikian. Seorang muslim harus dinamis dan berkembang. Dari tidak tahu harus menjadi tahu dari tidak berbuat menjadi berbuat. Kemudian kita lirik kelompok kedua yaitu orang-orang kafir. Mereka pun terbagi empat yaitu
    Yang berbuat kebajikan dgn pengetahuan mereka tentang kebajikan.
    Yang berbuat dan menyangka bahwa itu adl kebajikan.
    Yang tidak berbuat kebajikan dan tidak tahu kebajikan
    Yang tidak berbuat kebajikan walaupun tahu kebajikan. Mereka semua dgn kekafirannya sebenarnya sudah termasuk orang yg merugi. Mereka telah menghapus amal mereka sendiri. Namun yg paling merugi tentunya adl mereka yg telah berbuat banyak dan menyangka bahwa ia telah berbuat sebaik mungkin. Ternyata begitu datang hari kiamat yg pada hari itu segala amalan akan dihisab ia mendapati segala amal yg diperbuatnya sia-sia dan terhapus. Betapa sangat meruginya orang yg demikian krn sudah keluar segala daya upaya baik tenaga pikiran harta waktu dan sebagainya selama di dunia tetapi semua itu sia-sia di akhirat kelak. Sehingga dgn tiadanya amalan mereka tidak perlu lagi ditimbang krn memang tidak ada yg akan ditimbang. Ini semua krn kekafiran mereka terhadap Allah ayat-ayat-Nya hari akhir yg merupakan hari perjumpaan dgn Allah dan segala amal perbuatanmakhlukdi beri ganjaran. Amal perbuatan mereka Allah perumpamakan dgn fatamorgana yg berada di padang pasir. Dari jauh disangka air begitu didekati ternyata tidak ada apa-apa. Sesungguhnya amal mereka telah diberikan di dunia sesuai dgn niat mereka. Bukankah mereka berbuat agar dikenang generasi-generasi berikutnya? Hal itu sudah mereka dapatkan. Bukankah mereka telah mendapatkan ketenaran yg mereka inginkan dari kebaikan mereka? Masih banyak lagi motivasi mereka yg tentu saja tidak satu pun krn Allah krn memang mereka tidak beriman kepada-Nya. Namun dunia tidak selalu memberikan yg memuaskan sehingga mereka semuanya tidak mendapatkan keinginan mereka. Ini adl sebuah fenomena yg dapat kita saksikan tiap saat pada kehidupan orang-orang kafir. Banyak di antara mereka yg menyumbang ribuan jutaan bahkan milyaran dolar utk kemanusiaan dan sebagainya. Banyak yg memperjuangkan kebajikan di mana-mana dgn segala atributnya. Padahal sesungguhnya mereka tertipu dgn semuanya itu. Mereka berbuat kebajikan sesama makhluk namun di saat bersamaan mereka kafir terhadap Pencipta mereka Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Mereka telah menjadikan ayat-ayat Allah dan para rasul-Nya sebagai bahan olok-olokan. Lihatlah bagaimana para kuffar itu menertawakan Islam ajarannya serta kaum muslimin. Ayat-ayat Allah mereka jadikan bahan ejekan dalam diskusi seminar tulisan dan berbagai macam cara lainnya. Ayat-ayat Allah terlalu nyata utk diingkari terlalu mulia utk dilecehkan dan terlalu banyak utk dibilang. Apa yg ada di semesta ini merupakan ayat-ayat Allah disamping yg Allah wahyukan dalam Alquran. Hari akhir sebagai hari pembalasan adl suatu yg pasti datang. Pada saat itu semua orang akan mendapatkan ganjaran dari segala yg diperbuatnya. Adalah suatu yg tak dapat diingkari bahwa tiap perbuatan mempunyai akibat dan konsekuensi sendiri-sendiri. Yang baik tentu saja berakibat baik begitu juga sebaliknya. Namun kenyataannya dalam kehidupan dunia ini banyak orang yg berbuat baik tetapi belum mendapatkan balasannya. Contoh orang beriman yg mati dalam menyelamatkan seseorang dari kebakaran. Karena luka bakar yg dideritanya misalnya. Tentunya ia belum mendapatkan balasan yg pantas. Pujian manusia terhadap keberaniannya tidaklah berarti apa-apa dibanding pengorbanannya. Toh pujian manusia adl sebuah fatamorgana juga. Apakah mungkin pengorbanannya sia-sia? Tidak sekali-kali tidak. Allah Maha Mengetahui dan Maha Adil lagi Maha Pengasih. Hanya Dia-lah yg akan membalas segala pengorbanan seorang hamba. Di lain pihak kita lihat banyak orang yg telah berbuat kezaliman di dunia ini mati sebelum mendapatkan ganjaran dari kezalimannya. Bahkan ia juga meninggalkan penderitaan dan kesengsaraan bagi orang banyak. Sementara semasa hidupnya ia enak-enak ongkang kaki di atas penderitaan orang lain. Percaya tak percaya Allah pasti akan membalasnya. Sesungguhnya tidak ada yg dapat menghindari dari Allah. Sesungguhnya siksaan Allah itu sangat pedih di luar kemampuan yg kita bayangkan. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Marilah berlindung kepada Allah dari kerugian di akhirat kelak. Wallahu A’lam.

Pembicaraan dan ucapan


1. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berbicara yg baik-baik atau diam.
2. Siapa yg memberi jaminan kepadaku utk memelihara di antara rahangnya dan di antara kedua pahanya niscaya aku menjamin baginya surga.
3. Barangsiapa akhir ucapannya Laa ilaaha illallah ‘Tiada Tuhan selain Allah’ niscaya dia masuk surga.
4. Sesungguhnya di antara ungkapan kata dan keterangan adl sihir. {HR.
Bukhari}
5. Bila seorang dari kamu sedang marah hendaklah diam.
Penjelasan: Bicara saat emosi dapat menyesatkan.
6. Diam adl suatu kebijaksanaan dan sedikit orang yg melakukannya.
7. Sesungguhnya Allah melarang kamu banyak omong yg diomongkan dan menyia-nyiakan harta serta banyak bertanya.
8. Apabila ada orang yg mencaci-maki kamu tentang apa yg dia ketahui pada dirimu janganlah kamu mencaci-maki dia tentang apa yg kamu ketahui pada dirinya krn pahalanya utk kamu dan kecelakaan utk dia.
9. Barangsiapa banyak bicara maka banyak pula salahnya dan barangsiapa banyak salah maka banyak pula dosanya dan barangsiapa banyak dosanya maka api neraka lebih utama baginya.
10. Kebanyakan dosa anak Adam krn lidahnya.
11. Berhati-hatilah dalam memuji sesungguhnya itu adl penyembelihan.
1
2. Seorang memuji-muji kawannya di hadapan Nabi Saw lalu beliau berkata kepadanya Waspadalah kamu sesungguhnya kamu telah memenggal lehernya sesungguhnya kamu telah memenggal lehernya . {HR.
Ahmad} 1
3. Taburkanlah pasir ke wajah orang-orang yg suka memuji dan menyanjung-nyanjung. 1
4. Tahukah kamu apa ghibah itu? Para sahabat menjawab Allah dan rasulNya lebih mengetahui. Beliau bersabda Menyebut-nyebut sesuatu tentang saudaramu hal-hal yg dia tidak sukai.
1
5. Seorang mukmin bukanlah pengumpat pengutuk berkata keji atau berkata busuk.
1
6. Semua umatku diampuni kecuali yg berbuat terang-terangan yaitu yg melakukannya pada malam hari lalu ditutup-tutupi oleh Allah tetapi esok paginya dia membeberkan sendiri dgn berkata Hai Fulan tadi malam aku berbuat begini..begini. Dia membuka tabir yg telah disekat oleh Allah Azza wajalla.
1
7. Yang paling aku takutkan bagi umatku adl orang munafik yg pandai bersilat lidah.

Mencintai Allah


“Katakan apabila bapak-bapakmu anak-anakmu saudara-saudaramu istri-istrimu keluarga besarmu harta yg kamu cari perdagangan yg kamu khawatir kebangkrutannya dan rumah tinggal yg disenanginya lbh kamu cintai daripada Allah Rasul-Nya dan berjuang di jalan-Nya maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.”
Pendahuluan Alhamdulillah kita telah dijadikan sebagai hamba-hamba muslim yg berserah diri kepada-Nya dgn menyatakan Laailaha illallah wa anna Muhammad Rasulullah. Hanya saja kenyataannya masih banyak dari kita yg belum konsekuen dgn pernyataannya. Kita menyatakan mencintai Allah kenyataannya lbh mencintai hawa nafsu kita sehingga tidak sedikit ajaran Allah yg kita langgar. Bahkan lbh dari itu menuhankan kebendaan dgn cara mencintainya melebihi cinta kita kepada Allah. Oleh krn itu Allah mensinyalir hal tersebut dalam Al-Quran surat Al-Baqarah 165 “Sungguh orang beriman lbh mencintai Allah daripada yg lainnya.
Definisi cinta menurut terminologi bahasa adl kecenderungan atau keberpihakan. Sementara menurut terminologi syara’ adl keberpihakan kepada yg dicintai sehingga mengikuti apa yg dia kehendaki dan meninggalkan apa yg tidak dia sukai baik secara terang-terangan atau tersembunyi.
Hal-hal yg dapat memalingkan cinta kita kepada Allah seperti yg disitir Allah dalam Al-Quran surat Al-Imran “Dihiasi bagi manusia cinta kepada hawa nafsunya daripada wanita anak-anak kumpulan emas dan perak kuda berwarna peternakan pertanian itulah isi dari kehidupan dunia dan Allah memiliki tempat kembali yg labih baik
Di atas disebutkan enam bagian yg apabila dicintai oleh manusia melebihi cintanya kepada Allah atau mengikuti kehendak mereka sampai mengangkangi kehendak Allah maka berarti telah menuhankan hal-hal tersebut ini sangat berbahaya. Lebih tegas lagi Allah memperingatkan dalam surat At-Taubah 24 “Katakan apabila bapak-bapakmu anak-anakmu saudara-saudaramu istri-istrimu keluarga besarmu harta yg kamu cari perdagangan yg kamu khawatir kebangkrutannya dan rumah tinggal yg disenanginya lbh kamu cintai daripada Allah Rasul-Nya dan berjuang di jalan-Nya maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.
Bagaimana Kita Mencintai Allah Dalam upaya mencintai Allah kita harus mengenalnya dgn baik sesuai dgn informasi Al-Quran dan Rasulullah saw baik kaitannya dgn rububiyah-Nya atau uluhiyah-Nya atau asma’ dan sifat-sifat-Nya baru kemudian mengenal hukum-hukum-Nya baik perintah maupun larangan. Seorang dikatakan mencintai Allah apabila memenuhi empat syarat 1. Berbuat sesuai dgn kehendak Allah dgn menjalankan perintah-perintah-Nya. 2. Meninggalkan seluruh larangan-Nya baik secara dhohir maupun batin. 3. Mencintai orang-orang yg dicintai Allah yaitu kaum beriman. 4. Membenci mereka yg dibenci Allah yaitu kaum kafir fasik dan munafik.
Apa saja yg menghantarkan kita mencintai Allah. Menurut Ibnul Qayyim seorang ulama’ abad ke-7 ada sepuluh hal yg menyebabkan orang mencintai Allah SWT 1. Membaca Al-Quran dan memahaminya dgn baik. 2. Mendekatkan diri kepada Allah melalui media sholat sunnah sesudah sholat wajib. 3. Selalu menyebut dan berdzikir dalam segala kondisi dgn hati lisan dan perbuatan. 4. Mengutamakan kehendak Allah disaat berbenturan dgn keinginan hawa nafsu. 5. Menanamkan di dalam hati asma’ dan siaft-sifat Allah SWT dan memahami maknanya. 6. Memperhatikan karunia dan kebaikan Allah kepada kita baik ni’mat dhohir maupun ni’mat batin. 7. Menunduk hati dan diri ke kehariban Allah. 8. Menyendiri bermunajat dan membaca kitab suci-Nya diwaktu malam saat orang sedang lelap tidur. 9. Bergaul dan berkumpul bersama orang-orang sholeh serta mengambil hikmah dan ilmu mereka. 10. Menjauhkan segala sebab-sebab yg dapat menjauhkan kita daripada Allah.
Penyeimbang Cinta Kepada Allah Untuk mencintai Allah diperlukan penyeimbang. Digambarkan oleh para ulama bahwa cinta itu bagaikan badan burung sehingga ia tidak bisa terbang kecuali dgn dua sayap. Dua sayap itulah penyeimbang cinta kita kepada Allah yaitu rasa harap di satu sisi dan rasa cemas di sisi lain. Rasa harap akan menimbulkan khusnudzan kepada Allah. Bila kita mengerjakan kebaikan kita berharap amalan kita itu diterima sebagai amal shaleh yg berpahala. Sementara rasa cemas akan mendorong kita melakukan kebaikan krn rasa cemas itu kita khawatir jangan-jangan amalan baik kita tidak diterima Allah krn ada faktor X-nya. Maka apabila ada rasa cemas pada diri seseorang ketika dia mengerjakan hal-hal wajib tercermin di dalam benaknya jangan-jangan amalan itu tidak diterima atau kurang sempurna maka dia terdorong utk mengerjakan sunnah-sunah dst. Rasa cemas itu juga yg dapat mencegah seseorang utk tidak melakukan maksiat dan dosa. Dengan demikian burung yg berbadan cinta bersayap rasa harap sebelah kanan dan rasa cemas di sebelah kiri maka burung itu akan terbang melayang ke langit bersujud dihadapan sang maha perkasa dan bijaksana. Wallahu a’lam.

Semua Amalan Tergantung Pada Niatnya


sedekah_pohon_16.jpg
Mukadimah:
Kaidah ini menunjukkan betapa besarnya perhatian Islam terhadap masalah hati dan niat, mengapa demikian? Karena hati adalah kunci utama amalan kita, dan niat adalah ruh penggerak jasad kita. Kita hanya akan mendapat pahala ketika kita niatkan amalan itu karena Alloh, sebagaimana sabda Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-:
عن سعد بن أبي وقاص قال، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: المؤمن يؤجر في كل شيء،[1] حتى في اللقمة يرفعها إلى في امرأته. (رواه أحمد وغيره وقال الأرناؤوط إسناده حسن)ـ
Seorang mukmin bisa mendapat pahala dari segala sesuatu (dengan niat yg baik), hingga suapan yang ia masukkan ke mulut istrinya. (HR. Ahmad dan yang lainnya, dihasankan oleh Al-Arna’uth)
Dengan niat yang baik, amalan yang sederhana bisa menghasilkan pahala yang agung. Tidak asing bagi kita, kenapa sahabat Abu Bakar mengungguli sahabat-sahabat yang lainnya? Seorang tabi’in, Bakr ibnu Abdillah al-Muzaniy mengatakan:
إن أبا بكر رضي الله عنه لم يفضل الناس بكثرة صلاة، إنما فضلكم بشيء كان في قلبه (صحيح موقوف على بكر بن عبد الله المزني)ـ
Sungguh! tidaklah Abu Bakar itu mengungguli orang-orang dengan banyaknya amalan sholatnya, tapi beliau mengungguli kalian itu dengan apa yang ada di hatinya.
Sebaliknya karena niat yang salah, amalan yang besar sekalipun, bisa jadi hanya seperti debu yang beterbangan. sebagaimana firman Alloh swt:
وقدمنا إلى ما عملوا من عمل فجعلناه هباء منثورا
(Ingatlah pada hari kiamat nanti) akan kami perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan.
Terlalu banyak ayat maupun hadits yang menunjukkan betapa pentingnya kita memperhatikan hati dan niat kita, sebagai misal saja:
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين (وكل آية في قرن العبادة أو الدعاء بالإخلاص فإنها دليل على هذه القاعدة)ـ
Alloh berfirman: “Mereka tidak diperintah, melainkan untuk menyembah Alloh dengan ikhlas semata-mata karena menjalankan agama-Nya” (Al-Bayyinah:5)… (Semua ayat yang menggabungkan ibadah atau doa dengan ikhlas, bisa menjadi dalil untuk kaidah ini).
وعن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “إن الله لا ينظر إلى أجسادكم، ولا إلى صوركم، ولكن ينظر إلى قلوبكم” (رواه مسلم)ـ
Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “sesungguhnya Alloh tidak melihat jasad dan rupa kalian, tapi yang Dia lihat adalah hati kalian” (HR. Muslim)
إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا، فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ. وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا، فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ، يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَلَا يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ (رواه الترمذي وقال هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ، وصححه الألباني)ـ
Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Dunia ini, hanya untuk empat orang:
(1) Hamba yang Alloh beri harta dan ilmu, lalu dengannya ia bertakwa pada Tuhannya, menyambung tali silaturahim, dan menunaikan hak Alloh pada hartanya (zakat), maka orang seperti ini berada di posisi paling tinggi.
(2) Hamba yang Alloh beri Ilmu tanpa harta, akan tetapi ia baik niatnya, ia berkata: ‘Seandainya aku punya harta, tentu aku beramal seperti amal baiknya si fulan (yang kaya)’, maka orang seperti ini dapat pahala sebagaimana niatnya, sehingga kedua orang ini pahalanya sama.
(3) Hamba yang Alloh beri harta tanpa ilmu, lalu ia sembrono dalam menggunakan hartanya tanpa dasar ilmu, sehingga ia tidak bertakwa pada tuhannya dalam menggunakannya, tidak menyambung tali silaturrohim, dan tidak menunaikan hak Alloh pada hartanya (zakat), maka orang seperti ini berada di posisi paling buruk (bawah).
(4) dan Hamba yang tidak diberi harta dan ilmu, (serta buruk niatnya), ia mengatakan: ‘Seandainya aku punya harta, tentu aku akan gunakan sebagaiman si fulan menggunakannya’, maka orang seperti ini menuai dosa karena niatnya, sehingga kedua orang ini dosanya sama”.
(HR. Tirmidzi, ia mengatakan: Hasan Shohih, dishohihkan pula oleh Albani).
Ini merupakan kaidah yang sangat agung, ia masuk dalam separoh syariat Islam, mengapa demikian? Karena syariat Islam terbagi menjadi dua: Syariat yang mengatur amalan lahiriyah, dan syariat yang mengatur amalan batiniyah, dan kaidah ini sebagai pengatur amalan batiniyah, yaitu niat.
Para Ulama salaf mengetahui benar hal ini, oleh karenanya mereka sangat serius dalam memperbaiki niatnya. Renungkanlah atsar-atsar berikut ini:
  • Yahya ibnu Katsir: (تعلّموا النية، فإنه أبلغُ من العمل) pelajarilah masalah niat, karena itu lebih penting daripada amalan.
  • Zabid al-Yami: (إني لأُحِبُّ أن تكون لي نيةٌ في كل شيءٍ حتى في الطعام والشراب) sungguh aku senang, untuk meniatkan segala sesuatunya (untuk ibadah), meskipun dalam hal makan dan minum.
  • Dawud at-Tho’i: (رأيت الخيرَ كلَّه، إنما يجمعُه حسنُ النية) aku melihat, segala kebaikan hanya terkumpul dalam niat yang baik.
  • Sufyan at-Tsauriy: (ما عالَجْتُ شيئاً أشدَّ عليّ من نيّتِي، لأنها تتقلَّبُ عليّ) tidak ada yang lebih berat bagiku melebihi beratnya mengobati niatku, karena ia selalu berubah-rubah dalam diriku.
  • Yusuf bin Asbath: (تخليصُ النية من فسادها أشدُّ على العالِمين من طول الاجتهاد) membersihkan niat dari kotoran, lebih berat daripada istiqomah dalam amal ibadah.
  • Muthorrif ibnu Abdillah: (صلاحُ القلبِ بصلاحِ العمل, وصلاحُ العمل بصلاح النية) hati yang baik adalah karena amal yang baik, dan amal yang baik adalah karena niat yang baik.
  • Abdulloh bin Mubarok: (رُبَّ عملٍ صغيرٍ تُعَظِّمه النية, ورُبَّ عملٍ كبيرٍ تُصَغِّرُه النية) betapa banyak amalan yang sepele menjadi besar karena niatnya, sebaliknya betapa banyak amalan yang besar menjadi kecil karena niatnya.
  • Ibnu ’Ajlan: (لا يصلح العملُ إلا بثلاث: التقوى لِلّه, والنيةُ الحسنة, والإصابةُ) Amal tidak akan menjadi baik kecuali dengan tiga syarat: takwa, niat yang baik dan benar dalam melakukannya.
  • Fudhoil bin ’Iyadh: (إنما يريد الله منك نيتك وإرادتك) Sesungguhnya yang Alloh inginkan darimu adalah niat dan tujuanmu.
  • Beliau juga mengatakan:
(إن العملَ إذا كان خالصاً ولم يكن صواباً لم يُقْبَل, وإذا كان صوابا ولم يكن خالصا، لم يُقْبَل حتى يكون خالصا صوابا)
Sesungguhnya amal yang ikhlas tapi tidak benar, ia tidak akan diterima, begitu pula ketika amal itu benar tapi tidak ikhlas… Ia tidak akan diterima hingga menjadi amal yang ikhlas dan benar. (Ikhlas jika dilakukan karena Alloh, dan benar jika dilakukan sesuai tuntunan).
Begitulah para salafus sholeh, mereka tidak berkata dan bertindak kecuali setelah menghadirkan niat yang baik, sehingga menjadi berkah ucapan, perbuatan dan umur mereka. Mereka menjadi teladan dalam amalannya, karena mereka lebih dulu menjadi teladan dalam memperbaiki niatnya. Sungguh mereka tidak asal-asalan dalam beramal, tapi amal mereka muncul dari hati yang bersih, suci, dipenuhi iman, takwa dan rasa takut pada Alloh ta’ala, dan tentunya amal mereka itu muncul dari pemahaman yang mendalam tentang kitab dan sunnah.
Itulah yang membuat mereka beda dengan kita, padahal puasa mereka sepintas sama seperti puasa kita, begitu pula sholatnya, sama seperti sholat kita, hanya saja niat dan tujuan yang jelas jauh berbeda.
Oleh karena itu, hendaklah kita benar-benar memperhatikan masalah niat ini, Pahala niat sangat agung, begitu bahanyanya sangat besar. Amal kita ibarat jasad, sedangkan niat adalah nyawanya, dan tiada guna jasad tanpa ada nyawa. Amal kita juga ibarat pohon, sedangkan niat adalah akarnya, dan pohon tidak akan tumbuh dengan baik tanpa akar yang kokoh.
Itulah sebabnya kita merasa berat dalam melakukan ibadah, mengapa? Karena kita tidak menghadirkan niat yang tulus dalam beribadah. Wallohul musta’an.
Nash-nash diatas, secara tidak langsung, juga menunjukkan pentingnya kita mempelajari kaidah pertama ini: “segala sesuatu tergantung pada tujuannya”.
Dari manakah para ulama menyimpulkan kaidah ini?
Dari banyak nash-nash syar’i, baik dari Alqur’an maupun Sunnah… Dan nash yang paling mirip dengan bunyi kaidah ini adalah hadits yang sangat masyhur, yang diriwayatkan oleh sahabat Umar bin Khottob ـ: (قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إنما الأعمال بالنيات)ـ semua amalan itu tergantung niatnya.
Bahkan sebagian ulama mengatakan, bahwa Lafal hadits ini lebih baik dan lebih mengena dibandingkan lafal kaidah tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh Ibnus Subkiy dalam kitabnya al-Asybah wan Nadho’ir (1/54).
Apa arti kaidah ini?
(الأمور) adalah bentuk jamak (plural) dari kata (الأمر) dan makna kata tersebut dalam bahasa arab banyak, diantaranya: perintah, keadaan, sesuatu, perbuatan. Dan yang dimaksud (الأمر) dalam lafal kaidah ini adalah: (الفعل والعمل)[2] yaitu perbuatan, dan ia mencakup perbuatan lisan dan anggota badan lainnya.
(مقاصد) adalah bentuk plural (jamak) dari kata (مقصد) yang berarti (النية),[3] dan definisi niat adalah: dorongan hati untuk melakukan sesuatu yang dikehendakinya.
Dari keterangan ini, kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa arti dari kaidah ini, dilihat dari susunan katanya adalah: Semua amalan itu tergantung niatnya, dan makna ini sama persis dengan makna lafal hadits (الأعمال بالنيات). Karena maknanya sama, maka penggunaan lafal nabawi (الأعمال بالنيات), lebih utama ketimbang menggunakan lafal non nabawi, seperti (الأمور بمقاصدها), wallohu a’lam.
Maksud kaidah ini adalah, bahwa semua amalan seseorang, (baik ucapan maupun perbuatan, baik amalan duniawi maupun ukhrowi), akan berbeda hasil dan hukumnya, sesuai dengan maksud dan tujuan orang yang melakukannya.

Rabu, 07 September 2011

Pelangi Selepas Hujan




Seringkali hati kecil mengaduh sakit, seringkali jiwa meratap hiba. Dugaan dan ujian yang bertimpa-timpa, kadangkala menewaskan semangat yang ada. Kadangkala kita berasa sendirian dan terasa betapa kita dipinggirkan. Ketika kita menyangka sudah tidak ada lagi yang bernilai dalam kehidupan dan yang kita lihat hanyalah jalan suram di hadapan.

Lantas kita marah kepada Tuhan, kita kecewa dengan ketentuan yang diciptakan. Kita menyalahkan takdir hitam dan saat itu sendu airmata mengaburkan kewarasan. Lalu kita hilang pertimbangan, di antara keimanan dan rasukan syaitan. Kita hanya nampak jalan mudah untuk melepaskan diri, lalu ada yang seringkali memilih kematian sebagai penyelesaian.

Pernahkah sekali kita memahami alam.

" Mengapa Tuhan hadirkan pelangi selepas hujan? "
 
" Mengapa Tuhan tumbuhkan bunga selepas kering-kontang? "

Hanya daripada benih hitam yang kusam, apabila disirami hujan lantas berbunga cantik. Maka tersenyumlah alam. Betapa indahnya aturan Tuhan.

" Mengapa tidak ada hujan berpanjangan atau sinar mentari yang menyinari alam? "

" Mengapa harus ada putaran alam seperti hitam malam dihiasi bintang? "

" Mengapa untuk tidak ada sekaligus dalam satu masa? "

" Mengapa harus hilang sesuatu untuk sesuatu? "

Jawabnya, SENANG.

Kerana tidak ada kemanisan tanpa ada kepahitan, dugaan dan rintanganlah yang mewarnai kehidupan. Mengecapi kebahagiaan memerlukan adanya pengorbanan. Setiap kesenangan akan ada bayaran contohnya seperti Tuhan hadirkan pelangi selepas hujan dan kicau burung yang menyanyikan kedamaian.

" Biar hujan di dalam hati, pasti ada pelangi yang menanti. Insyaallah. "

Rahmat Sebalik Ujian



Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al-Quran kepada hamba-Nya, yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kita, siapa di antara kita yang lebih baik amalnya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. Allah telah memuliakan manusia sebagai sebaik-baik ciptaan. Dia menghantar Rasul-Nya untuk mengeluarkan manusia daripada gelap gelita kepada cahaya terang benderang, menuju Tuhan. Maha Suci Allah yang menciptakan segala sesuatu dengan tujuan dan bersebab.
Telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi, dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Selawat dan salam buat Rasul junjungan, yang telah dihantar oleh Allah kepada Umat Manusia sebagai satu anugerah, membawa Rahmah ke seluruh pelosok alam. Demi Allah, sungguh tidak akan sesat orang yang berpegang pada tali agama Allah, menggigit Al-Quran dan Sunnah dengan gigi gerahamnya dan dia sama sekali tidak pernah mencari selainnya sebagai sesuatu yang lebih agung dan lebih utama.

Hidup ini adalah satu medan ujian. Dunia ini hanyalah sebuah persinggahan dan bukan destinasi. Sebuah perhentian dan bukan pengakhiran. Tanpa ujian, manusia takkan pernah terhantuk dan tengadah, bahkan akan terus lalai dengan dunianya sendiri yang penuh dengan angan-angan, hiasan syaitan. Ujian adalah satu bentuk interaksi antara Allah dan kita. Ujian membuatkan kita mendongak ke langit, menadah tangan memohon perhatian Tuhan. Kita selalu lupa, namun Allah tak pernah sekali-kali lalai daripada hamba-Nya.

Di hujung ujian ada Rahmat yang disediakan buat orang-orang yang berjaya, dan penyesalan buat orang-orang yang gagal. Jika kita tak pernah memahami atau cuba untuk mengerti hakikat ini, maka kita akan terus terkandas dalam ujian. Ujian demi ujian, keluhan demi keluhan, hidup terus berjalan dengan tertekan, tak pernah merasakan kenikmatan di sebalik ujian. Maka kita sangat perlu memahaminya, bahawa Rahmat Allah menanti di sebalik sesebuah ujian. Ujian itu takkan pernah hilang daripada papan cerita kehidupan ini.

Ujian membawa kita semakin dekat dengan pemberi ujian, mungkin juga sebaliknya. Ujian adalah lambang kasih sayang pencipta. Itu tanda Allah sentiasa mengambil berat dan tak pernah meninggalkan kita sendirian, kita bagaimana?




Ujian dan Iman

Firman Allah dalam surah Al-‘Ankabuut Ayat yang ke-2, ertinya:

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?”


Ayat ini menggambarkan kepada kita betapa iman itu berkait rapat dengan ujian. Kenikmatan iman itu dikecapi setelah kita berjaya melalui beberapa siri ujian yang telah ditetapkan oleh Allah. Semakin hebat ujian, semakin manis iman yang bakal kita rasai di penghujungnya, bagi orang-orang yang berjaya melaluinya. Jika kita gagal menempuhinya dengan baik, kita akan terus diberi peluang dan didatangkan lagi dengan ujian-ujian yang lain. Kita akan semakin tersasar jika kita terus menerus gagal dan tak belajar menjadi lebih baik. Allah itu begitu Maha Pengasih dan masih memberi ruang kepada kita belajar daripada ujian.

Firman Allah lagi dalam surah Al-‘Ankabuut Ayat yang ke-3, ertinya:

“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”


Iman itu memerlukan pembuktian. Seberat-berat ujian yang pernah kita alami, tak mungkin seberat Bilal Bin Rabah R.A. tatkala menampung batu besar di terik panas matahari padang pasir. Khabbab Bin ‘Arath R.A. begitu terseksa saat besi panas yang membara di atas kepalanya membakar dan menghanguskannya. Namun, mereka telah membuktikan keimanan mereka dan Allah mengetahui orang-orang yang benar dan orang-orang yang dusta. Di hujung penderitaan yang dialami generasi awal Islam itu, mereka mengakhiri kehidupan menuju alam abadi dengan penuh ketenangan.

Ujian itu adalah tempaan Allah buat orang-orang beriman. Pedang yang hebat takkan terbentuk jika tidak diketuk, dipanaskan dan ditempa dengan baik. Maka kita beruntung kerana Allah akan mengangkat darjat kita dengan ujian yang diturunkannya. Allah ingin memberikan berita gembira kepada kita jika kita bersabar atas ujian yang kita hadapi.

Lihatlah Firman Allah dalam Surah Al-Baqarah Ayat 155-156, ertinya:


“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (Kita milik Allah dan kepada-Nya kita dikembalikan)””

Ujian Pelbagai Bentuk

Tahap ujian yang ditimpakan oleh Allah kepada manusia itu berbeza-beza, berdasarkan kepada keimanannya. Bentuk ujian itu juga pelbagai. Ada orang diuji dengan wanita, yang lainnya dengan harta, anak-anak, kesusahan, kawan-kawan dan sebagainya. Bagi para pelajar, peperiksaan itu juga satu bentuk ujian. Hakikatnya, kehidupan ini sendiri keseluruhannya adalah medan ujian, akhirat nanti medan ganjaran.

Biar apa juga bentuk ujian yang kita alami, Rahmat Allah tetap akan mengiringi jika kita menghadapinya dengan penuh sabar dan pengharapan kepada Allah. Allah sangat-sangat suka jika hamba-Nya mengadu kepada-Nya, menitiskan air mata di balik tirai malam dan mengakui kelemahannya. Tidak dapat tidak, ujian itu harus dilalui dengan penuh pengharapan kepada pertolongan Allah, kebergantungan yang sepenuhnya kepada pemilik diri kita. Jika tidak, kita akan buntu mencari jalan, kerana hanya Dia penunjuk jalan.

Firman Allah dalam Surah Al-Baqarah Ayat 153, ertinya:


“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan Solat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”


Ayat ini begitu dalam maknanya bagi orang-orang yang ingin memahami, dan begitu berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. Sabar dan Solat itu kunci dalam memohon pertolongan Allah. Sampai bila kita harus bersabar? Sampai Allah memberikan pertolongan. Selagi kita diuji, selagi itulah kita bersabar.

Rasulullah adalah orang yang paling hebat kesabarannya bahkan paling besar ujiannya. Dan baginda jugalah yang paling mulia di sisi Allah di kalangan seluruh Umat manusia. Maka ujian itu sememangnya menuntut kesabaran, dan kesabaran akan mengangkat darjat seorang manusia.

“Dari Abu Hurairah R.A., ada seorang lelaki berkata kepada Nabi S.A.W., “Berilah aku wasiat.” Rasulullah S.A.W. bersabda, “Jangan marah!” Beliau mengulang-ulang beberapa kali ucapan, “Jangan marah!” (HR Bukhari)

Kesimpulannya, ujian itu pasti. Pergantungan kepada Allahlah yang akan membuatkan kita tenang menghadapinya. Mungkin kita sudah puas membaca, sekarang mari kita sama-sama merasa. Wallahua’lam.

Secekal Al-Fateh Segagah Al-Ayyubi



Bayu Bosphorus1 bertiup manja. Kadang-kadang nakal menampar-nampar lembut wajah Fateh. Bau masin laut menerawang di ruang udara. Berebut-rebut menerobos indera hidunya. Indera lihatnya tidak puas-puas merakam keindahan pagi di tebing Bosphorus walaupun acapkali dia ke mari. Bogaziçi, begitulah gelaran untuk selat ini dalam bahasa Turki. Dari jauh sayup-sayup kelihatan pelabuhan Golden Horn. Di pelabuhan itulah suatu ketika dulu 70 buah kapal milik pasukan tentera Sultan Muhammad Al-Fateh mendarat. Gempar Maharaja Konstantine ketika itu. Apa tidaknya, kapal-kapal itu dipindahkan menggunakan jalan darat. Kapal-kapal itu diluncurkan melalui Semenanjung Fera sejauh tiga batu sebelum sampai ke Pelabuhan Golden Horn. Sungguh, Sultan Muhammad Al-Fateh berjaya menukar daratan menjadi lautan, melayarkan kapalnya di puncak gunung dan bukan di ombak lautan. Dalam-dalam Fateh manarik nafas. Matanya kejap dipejam. Seolah-olah mencari semangat Sultan Muhammad Al-Fateh yang masih tersisa di selat itu.

“Setiap kita harus menjadi secekal Al-Fateh dan segagah Al-Ayyubi andai kita mahu menawan kembali Baitul Maqdis. Palestin hari ini ialah Konstantinopel2. Setiap umat Islam seharusnya bercita-cita untuk menjadi Al-Fateh dan paling tidak pun menjadi seperti tentera-tenteranya. Bukankah Sultan Muhammad Al-Fateh itu sebaik-baik raja yang memimpin sebaik-baik tentera?”

Kata-kata Safiyya bersipongang3 di segenap jihat4 fikiran Fateh. Atma5nya dijentik sebak.

sultan

“Bagaimana tanganmu, Safiyya? Masih sakit lagi?” sapa Fateh. Dalam kesibukan merawat pesakit-pesakit di musytasyfa6, Fateh sempat lagi mencuri ruang menjenguk Safiyya. Keadaan dalam hospital semakin sesak. Setiap inci tempat ada sahaja batang tubuh yang terbaring memerlukan bantuan perubatan. Entah sampai bila bangunan Musytasyfa al-Syifa ini boleh terus berdiri untuk menampung jumlah pesakit yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan surut.

Safiyya sekadar menguntum senyum pada pemuda berkumis nipis berjanggut pandak7 itu. Fateh memeriksa keadaan tangan Safiyya.


“Andai aku hilang tangan kanan, aku masih punya tangan kiri untuk terus berjuang,”  mata Safiyya bersinar galak. Tiada tergambar garis-garis kecewa pada air mukanya. Fateh terkesima. Teringat dia kisah Jaafar bin Abi Thalib dalam ghazwah8 Mu’tah. Walaupun kedua-dua tangannya dicantas musuh, panji yang diamanahkan oleh Rasululah tidak dibenarkan mencium tanah. Dipeluk panji dengan kedua-dua lengannya. Rasa kagum pada sahabat nabi yang bergelar At-Tayyar9 itu kini turut singgah pada Safiyya.

Abi ada datang menziarahiku?” suara gadis itu sedikit kendur. Safiyya dalam keadaan tidak sedarkan diri ketika dia dihantar ke hospital tempoh hari. 

“Err...” Fateh gugup. Dia hilang bicara. Sebetulnya Basil Mustapha tidak pernah kembali sejak dia menghantar anak gadisnya.
“Apa kamu bimbang aku tidak tega mendengar berita kesyahidannya?” Safiyya menduga. Khali10.
“Bahkan itu jawapan yang paling aku nanti,” sejenak pandangan mereka bersatu.
“Aku tidak punya jawapan untuk soalanmu itu. Yang pasti, abimu tidak pernah kembali sejak dia menghantar kamu ke sini,” Fateh gagahi diri untuk berterus-terang. Lebih dua puluh hari Safiyya menanggung derita akibat peluru yang terbenam di bahu kanannya. Andai Basil Mustapha, ayahnya lewat sehari menghantarnya di Musytasyfa Al-Syifa itu, Safiyya bakal kehilangan anugerah Allah itu. Otot tangannya  terurai. Tisu dagingnya mati dan saraf tangan Safiyya hancur lumat. Semuanya gara-gara bedilan  rejim zionis yang menggila di Gaza. Fateh tambah bengang apabila mengetahui Safiyya pernah cuba dihantar menjalani pembedahan di hospital Kaherah, Mesir melalui pintu sempadan Rafah beberapa hari selepas terkena tembakan. Namun gara-gara sekatan di sempadan, Safiyya gagal dibawa keluar dan tersadai tidak terbela di pintu sempadan Rafah sebelum Basil Mustapha membawa Safiyya kembali ke Gaza.

“Aku sedang membantu ummi di kedai runcit kami ketika tiba-tiba kami dihujani tembakan peluru si zionis. Ummi terkorban. Begitu juga adikku Soufiyyan,” Safiyya membetulkan jilbabnya yang hampir melorot ke belakang. Beberapa helai rambut yang terjurai di dahi segera disusup ke dalam jilbab hitamnya. Cekatan11 Fateh membuka balutan di tangan Safiyya. Bekas luka dicuci penuh berhati-hati. Lurah-lurah kecil terbentuk di dahi Safiyya. Dia menyeringai kesakitan.
 
Jabeliya, tempat tumpah darah Safiyya ialah kawasan terawal yang menjadi sasaran bedilan tentera Israel. Kawasan yang suatu masa dahulu meriah dengan rimbunan pokok zaitun, deretan rumah dan beberapa bangunan kilang kini menjadi padang jarak padang terkukur. Tiada yang tersisa melainkan serpihan-serpihan batu bata yang berselerakan di sana sini.

“Aku bersimpati terhadapmu, Safiyya. Begitu juga dengan mereka yang senasib denganmu,” Fateh meluahkan rasa simpati. Wajah Safiyya diseluruhi. Senyumannya yang kini membuat Fateh tidak lena tidur malam. Lirik matanya benar-benar buat Fateh tidak keruan. Fateh dapat merasakan denyutan jantungnya menyalahi tempo12 setiap kali berhadapan dengan gadis dari Desa Jabeliya itu. Kadang –kala lidahnya jadi kelu ibarat mulutnya penuh disumbat batu. Keteguhannya memelihara syariat Ilahi membuatkan Fateh tambah jatuh hati. Biarpun sakit dan berada dalam kesulitan suasana perang, jilbab masih lekat di kepala. Saat itu dia terkenang  Welma, kekasihnya. Welma tidak kalah jika hendak dibandingkan dengan Safiyya. Cuma bezanya, Welma lebih selesa membiarkan rambutnya yang ikal ditayang di khalayak.  Welma lebih senang mengenakan skirt pendek dan menampakkan kulit kaki yang halus dan gebu. Mungkin kesalahan tidak boleh seratus peratus diletakkan atas pundak13 Welma. Pemakaian jilbab sememang diharamkan di negaranya. Welma juga sepertinya, jauh dari biah14 Islamiah dek dasar-dasar negara yang tidak memihak kepada syariat samawi15.

“Aku juga bersimpati terhadapmu, Fateh,” Fateh sedikit tersentak. Wajah Welma hilang dari pandangan.
“Kamu bersimpati terhadapku?” Fateh kebingung-bingungan.

 
 
panglima
 


“Hakikatnya Fateh, kita sama-sama diserang. Bezanya, kami di Palestin diserang secara fizikal sedang umat Islam di luar sana diasak secara halus,” Safiyya mengurut-urut lembut tangannya yang telah selesai berganti balutan. Fateh mengangguk-angguk kecil.

“Contoh paling mudah,  budaya hedonisme.. Umumnya, ideologi hedonistik ini memfokuskan kepada perkara yang boleh meningkatkan keseronokan dan mengurangkan perkara-perkara yang menjuruskan seseorang kepada kesedihan (increasing pleasure and reduce pain). Tanpa umat Islam sedari, mereka telah  disuntik  dengan doktrin16 ini. Al-hasil, lahirlah golongan umat yang tidak berpijak di bumi realiti. Mereka meletakkan simbol  keseronokan serta kemewahan sebagai satu prioriti dalam hidup. Hidup bersandarkan angan-angan. Maka benarlah sabda Baginda SAW junjungan kita, kebaikan generasi pertama umat ini kerana adanya cita-cita untuk syahid dan keimanan yang tidak berbelah bagi. Binasanya generasi akhir umat ini kerana adanya sifat bakhil dan banyak berangan-angan,” Safiyya menghela nafas. Fateh membisu. Hanya otaknya ligat mencerna bicara Safiyya.

“Cuba kau teliti semula sejarah empayar Islam.  Fateh, kau akan dapati bahawa jatuhnya empayar Islam sama ada kerajaan Abasiyyah ataupun Kerajaan Turki Uthmaniyyah tidak lain dan tidak bukan adalah kerana pemimpin dan rakyat ketika itu menganuti aliran ini. Hidup berpaksikan keseronokan dan kemewahan. Enak tenggelam dibuai hiburan melampau. Maka, suburlah penyakit dalam hati yang disebut Nabi sebagai wahan. Cintakan dunia dan takutkan mati. Percaya atau tidak, ideologi inilah yang mengunci bicara, memaku gerak tindak para pemimpin Islam hari ini. Menikus di hadapan Israel kerana bimbang untuki maju ke hadapan membantah.  Khuatir segala keselesaan yang dikecap akan lenyap,” suara Safiyya sedikit keras. Renungannya tersimpan amarah yang tidak terungkap. Fateh terus selesa mengambil sikap mendengar. Fateh hampir lupa, Safiyya mahasiswa tahun akhir dalam bidang sosiologi dan sejarah di Universiti Islam Gaza. Sebelum sempat menamatkan pengajian, bangunan kuliah ranap tersungkur di dada bumi.

“Jihadmu bukan di sini, Fateh,” lemah kedengaran di hujung suara gadis dari desa Jebaliya itu. Otot dahi Fateh tegang. Mulutnya yang sedikit ternganga cepat-cepat digetap.

“Apa salahkah aku ingin menjadi Salahuddin Al-Ayubbi?” Fateh akhirnya menzahirkan rasa tidak puas hati yang bergulat dalam diri. Safiyya tersengih. Fateh rasa seolah-olah cita-citanya diperkecil-kecilkan. Seolah-olah dia tidak layak untuk menyimpan impian setinggi itu.

“Aku lebih suka engkau menjadi Al-Fateh. Sesuai dengan namamu Fateh,” ujar Safiyya dalam nada berseloroh.

“Sultan Muhammad Al-Fateh?” Fateh ingin kepastian.

“Aku hargai pengorbananmu datang menjejakkan kaki di bumi Palestin ini untuk membantu kami. Ya, sememangnya di sini kami memerlukan bantuan pakar perubatan sepertimu. Namun, antara sedar atau tidak, umat Islam di luar sana jauh lebih sakit dari kami yang sedang terlantar di hospital ini. Mereka lebih perlukan rawatan dan perhatian, Fateh” Safiyya kembali serius.

“Kota Konstantinopel hanya berjaya dibuka setelah 800 tahun dikhabarkan Rasulullah SAW. Sultan Muhammad berjaya membuktikan kebenaran sabda baginda dengan usaha yang tidak sedikit. Sejak kecil baginda telah disuguh17kan bahawa bagindalah yang akan membuka Konstantinopel. Malah kelahiran Salahuddin sendiri telah dirancang seawal zaman Imam Al-Ghazali. Inilah jihadmu, Fateh. Di bahumu tergalas satu tanggungjawab untuk merancang dan melahirkan generasi sehebat Al-Ayyubi dan secekal Al-Fateh. Hanya generasi berjiwa besar seperti mereka sahaja  yang dapat membumikan cita-cita seluruh umat Islam yakni melihat masa depan menjadi milik Islam,” berdiri bulu roma Fateh mendengar hujah Safiyya. Lafaz takbir perlahan-lahan mercup18 di tubir bibirnya.

“Aku akan pulang ke Turki dalam tempoh masa terdekat ini,” Fateh menelan air liur. Fateh nekad pagi itu dia akan berterus terang tentang isi hatinya.

“Safiyya, sudikah engkau mengikut aku?” kerongkongnya perit. Awalnya, Safiyya tidak menunjukkan sebarang reaksi. Lambat-lambat Safiyya mengangkat muka, memandang tepat wajah Fateh.

“Maafkan aku, Fateh, aku harus terus tinggal di sini. Di sini jihad aku bermula dan bertapak. Pulanglah engkau ke tanah airmu. Aku ada perjuangan aku dan engkau ada perjuangan engkau. Biarpun perjuangan berbeza tetapi matlamat kita sama. Setiap kita harus menjadi secekal Al-Fateh dan segagah Al-Ayyubi andai kita mahu menawan kembali Baitul Maqdis. Anggaplah Palestin hari ini ibarat Konstantinopel. Setiap umat Islam seharusnya bercita-cita untuk menjadi Al-Fateh dan paling tidak pun menjadi seperti tentera-tenteranya. Bukankah Sultan Muhammad Al-Fateh itu sebaik-baik raja yang memimpin sebaik-baik tentera?”  Safiyya tega dengan keputusannya. Fateh tahu dia tiada upaya mengubah fikiran Safiyya. Dari awal lagi dia boleh mengagak apa jawapan yang bakal diterima. Biarlah. Sekurang-kurangnya dia tidak terus berteka-teki dan menyimpul andaian sendiri.

“Aku hormati keputusanmu,” awan pilu berarak menyelubungi wajah Fateh. Fateh berlalu sambil membujuk19 kalbu. Fateh tidak menyangka itu pertemuan terakhir mereka. Safiyya menghilangkan diri sejak itu. Tiada siapa nampak kelibatnya lagi di musytasyfa. Fateh dirundung rasa bersalah. Namun, Fateh yakin Safiyya pergi bukan kerana jauh hati dengannya.

Salahudin

Abi! Abi!” Fateh menoleh. Seorang kanak-kanak lelaki menerpa ke arah Fateh yang sedia mendepangkan tangan. Welma ayu dalam jilbab hijau pucuk pisang mengekori kanak-kanak itu di belakang. Jubahnya beralun-alun ditiup angin. Tubuh kecil itu dirangkul Fateh. Bertubi-tubi ciuman Fateh singgah di pipinya.

“Siapa yang akan menawan Baitul Maqdis?” Fateh separuh menjerit. Soalan itu seringkali singgah di cuping telinga anaknya.

“Saya, abi!” sambut anak kecil seperti biasa. Tangannya dijulang tinggi-tinggi. Satu ciuman singgah dipipi munggilnya.
“Kamu pasti, anakku?” Welma mengangkat kening sambil merapatkan wajahnya ke wajah anaknya sehingga dahinya mencecah dahi anaknya.

“Saya pasti ummi kerana saya Salahuddin Al-Ayubbi zaman ini!” Salahuddin petah membalas walaupun sedikit pelat. Gelak tawa mereka beranak-pinak.

"Terima kasih, Safiyya. Moga perjuanganmu dan perjuanganku tidak sia-sia," bisik hati Fateh. Tangan Welma dirangkul. Salahuddin mengeliat kecil dalam dukungan Fateh. Beriringan mereka berjalan meninggalkan Selat Bosphorus bersama adunan semangat Al-Fateh dan Al-Ayubbi.
 

Glosari:
  1. Bosphorus - Selat Istanbul; sebuah selat yang memisahkan Turki pada bahagian eropah dan bahagian Asia; menghubungkan Laut Marmara dan Laut Hitam
  2. Konstantinopel - nama lama bagi Instanbul
  3. bersipongang - bergaung, bergema
  4. jihat - arah, pihak, sisi
  5. Atma - jiwa, nyawa
  6. musytasyfa - hospital
  7. pandak - pendek
  8. ghazwah - perang
  9. At-Tayyar - yang terbang
  10. Khali - bapa saudaraku; panggilan kepada bapa saudara sebelah ibu
  11. cekatan - cekap, cepat membuat kerja
  12. tempo - irama, rentak
  13. pundak - bahu
  14. biah - persekitaran
  15. syariat samawi - agama langit
  16. doktrin - prinsip atau kepercayaan yg dianggap benar dan satu-satunya yg dapat diterima
  17. disuguhkan - ditonjolkan, disediakan, dipaparkan
  18. mercup - timbul atau lahir dengan tiba-tiba
  19. membujuk - memujuk